Nazwa Alia
Sari adalah seorang anak perempuan yang suka membuang sampah sembarangan. Sari bersekolah di salah satu sekolah SDIT Kota Medan. Caca adalah teman baik Sari. Sebagai teman, Caca menasihati Sari agar jangan membuang sampah sembarangan. Namun, apa boleh buat, Sari tetap tidak mendengarkan Caca. Caca berusaha menyadarkan Sari bencana yang akan terjadi jika membuang sampah sembarangan. Tetapi, Sari tetap tidak mendengarkan. Dia tetap saja melakukan kebiasaan buruknya itu.
Pada suatu hari …
“Caca! Saya punya ide, bagaimana kalau sore ini kita pergi ke taman yang dekat rumah? Kan, rumah kita dekat,” usul Sari suatu hari.
“Hmmm … boleh juga, Sar. Kapan, ya, kita main?” balas Caca.
“Umm … bagaimana kalau pukul 4? Kamu ada kegiatan, enggak, Ca?”
“Enggak ada, kok,” jawab Caca.
“Oke, berarti nanti sore pukul 4, ya! Jangan terlambat, Ca!” pesan Sari.
Pukul 4 sore …
Caca memarkirkan sepedanya dengan sempurna. Sepeda pink-nya kini telah rapi di tempatnya, seperti sepeda-sepeda yang lainnya. Caca pun mencari tempat yang nyaman untuk dirinya dan Sari. Dia menduga, Sari belum datang, karena sepeda ungu Sari tidak ada di antara sepeda yang lainnya. Caca tahu, sepeda Sari-lah yang paling berbeda dari sepeda lainnya, karena modelnya bagus, dan jarang ada yang jual.
Tiga puluh menit kemudian, Caca melirik jamnya. Sebentar lagi sudah pukul 16.30. Tapi, kenapa Sari belum datang juga? Caca menarik napas dalam-dalam.
“Bukannya Sari yang menyuruh untuk datang tepat waktu? Tapi, kok, dia sendiri yang terlambat?” Caca menyandarkan dirinya ke kursi yang sedang didudukinya.
10 menit kemudian … hmmm, belum ada tanda-tanda Sari datang. Caca memutuskan untuk pulang.
“Kalau begini, mendingan saya baca buku terbaru.” Caca menggerutu.
Dia berbalik. Seketika itu, ada suara yang memanggil namanya. “Cacaaa …!”
Caca menoleh. Itu Sari!
“Sari! Kamu dari mana saja, sih?” Caca mengomel.
“Ups, maaf, Ca. Tadi bangunnya terlambat. He he he …,” jawab Sari sambil nyengir.
“Waduh. Disuruh jangan terlambat, eh …dirinya sendiri yang terlambat,” balas Caca kesal.
“He he he, maaf, Ca. Hmmm … Saya bawa jajan, nih, kamu mau?” tanya Sari mencoba membujuk Caca.
“Bolehlah. Lumayan buat menghilangkan rasa kesal.” Caca langsung mengambil keripik yang ada di tangan Sari. “Makasih, ya, Sar!”
Tak lama kemudian, Caca sudah sibuk dengan makanannya. Sari mengambil jajanan juga.
“Oh, ya, Ca, hari Minggu nanti, kamu ada kegiatan, enggak?”
“Hm? Buat apa, Sar?” kata Caca.
“Ke pantai, yuk!” sahut Sari tiba-tiba bersemangat.
“Ke pantai? Hmmm …boleh juga, tuh! Tapi, kalau cuacanya baik, ya!”
“Oke!” balas Sari.
Tanpa terasa, jajanan di tangan Sari sudah habis. Sari memutuskan untuk membuangnya, karena dia tidak merasa nyaman kalau harus terus membawanya. Namun, Sari merasa malas. Sari langsung membuangnya asal. Ya, inilah kebiasaan Sari! Selalu malas membuang sampah di tempatnya.
“Sari! Buang sampahnya di tempatnya, dong!” seru Caca yang melihatnya.
“Iya, iya, sabar, dong!” ungkap Sari kesal.
“Lagian, kan, ada tukang sampah yang mengangkutnya!” lanjutnya sambil mendengus.
“Sari, enggak boleh gitu!”
Terlambat, Sari sudah kabur. “Kabuuur …!” teriak Sari.
“Sariii …!” Caca geleng-geleng kepala. Dia mengambil sampah Sari yang berada di taman, lalu membuangnya ke tempat sampah.
Hari Sabtu siang…
“Sar, saya enggak bisa ke pantai hari Minggu besok.”
“Kenapa?”
“Saya mau ke rumah nenek saya, maaf, ya.”
“Oh, ya sudah, enggak apa-apa, kok.” Sari mematikan HP-nya.
Walaupun hari sudah siang, udara hari ini sangat sejuk. Sari yang merasa kecapekan pun tertidur lelap dengan HP di dalam genggamannya. Tetapi, dia juga tidak lupa membaca doa sebelum tidur, lho! Dalam tidurnya, Sari bermimpi …
“Di mana saya?” tanya Sari heran.
“Kamu di dunia peri,” balas salah satu peri dengan ketus.
Sari terheran-heran. “Kamu kenapa?”
“Tanya saja pada dirimu sendiri!” sahut peri itu sambil menghentakkan kaki ke tanah.
Kemudian, dia berlalu. Sari tambah heran. Apa peri itu pemarah? Rasanya tidak mungkin. Jadi, dia memutuskan untuk bertanya pada peri lain.
“Assalamu ‘alaikum, saya Sari. Kamu kenal peri itu?” tanya Sari sambil menunjuk peri yang tadi berbicara dengannya. Sekarang, peri itu pun masih tampak marah pada Sari, yang sedari tadi kebingungan menatapnya. Sesekali, dia menghentakkan kaki ke tanah. Anehnya, tak ada satu pun peri yang peduli akan hal itu.
“Oh, saya kenal. Namanya Lily, dia peri alam,” jawab peri tersebut.
“Lily? Peri alam?” batin Sari.
“Dia sangat tidak suka orang yang buang sampah sembarangan,” lanjut peri yang lain.
“Apa?!” Sari terbelalak. “Jadi … itu sebabnya dia berbicara ketus pada saya?”
Sari termenung. Dia memikirkan kesalahan yang dilakukannya kemarin. Buang sampah sembarangan … Lily, peri alam … Bayangan itu berputar-putar dalam pikirannya.
“Terima kasih, ya.” Sari berterima kasih pada peri yang menjawabnya. Lalu, Sari langsung bergegas menjumpai peri alam. Peri alam semula menghindar, tapi Sari juga tidak mau kalah. Sebelum dia mengepakkan sayapnya dan bersiap untuk terbang, Sari lebih duluan menahannya.
“Peri alam, maafkan saya, ya!” kata Sari. “Saya berjanji tidak mengulangi kesalahan yang sama!”
“Jagalah kebersihan lingkungan, ya? Karena kebersihan itu sebagian dari iman,” kata peri alam.
Sari mengangguk kencang. “Iya, peri alam, aku berjanji!”
Peri alam tersenyum. “Kamu mau aku tunjukkan akibat dari membuang sampah sembarangan?” tanya peri itu lembut.
“Mmm …” Sari tampak ragu menjawab.
Sebelum Sari menjawab, Lily lebih duluan menarik tangannya. “Ayo, ikuti aku!”
Peri alam membawa Sari menuju sebuah ruangan yang gelap gulita.
“Lily … di mana ini?” tanya Sari.
Lily sang peri alam hanya tersenyum. Dia terus berjalan, sampai akhirnya Sari melihat cahaya matahari lagi. Sari menghirup napas dalam-dalam sambil memejamkan matanya.
Tiba-tiba, hidungnya menangkap sebuah bau aneh. “Hueeek …bau apa ini, Lily?” tanya Sari sambil menutup hidungnya.
Lily hanya tersenyum. “Buka matamu, Sari, dan lihat apa yang terjadi.”
Sari membuka matanya perlahan. Dia terkejut melihat penampakan di sekitarnya. Sampah-sampah tertimbun, tertumpuk di sana-sini. Sejauh mata memandang, hanya terlihat tumpukan sampah yang berjejer tak tentu arah. Bahkan, ada juga yang hampir roboh.
Sari, dan Lily berjalan dan terus berjalan. Hingga akhirnya, Sari menyadari gerimis turun perlahan.
“Ayo cepat, Lily! Nanti kita kehujanan!” Sari langsung berlari, sementara Lily di belakangnya. Sari terdiam, menyadari di depannya ada parit yang besar, namun penuh dengan sampah.
Sari berusaha melompati parit itu, tapi tidak bisa. Parit itu kering. Hanya tersisa sampah. Sari beberapa kali jatuh ke dalam parit tersebut. Dengan napas tersengal, Sari melompati parit itu sekali lagi, namun nihil. Dia tidak bisa mencapai ujung dari parit tersebut. Sari bergegas melompati parit itu lagi, karena menyadari waktunya mulai sedikit.
Gerimis berubah menjadi rintik hujan yang banyak. Rintik hujan membasahi baju, kerudung, dan rok yang diapakai Sari. Hujan turun makin lebat. Sari tambah panik. Berkali-kali dia mencoba, tapi akhirnya gagal. Pada saat Sari keluar dari parit penuh sampah yang menjijikkan, banjir melandanya. Sari yang belum siap akhirnya ikut terseret air yang penuh sampah. Sari sangat menyesal karena selama ini telah membuang sampah sembarangan. Kini dia telah merasakan dampaknya. Sari sempat melihat ekspresi Lily saat itu, dia hanya tersenyum. Senyuman penuh arti.
Seketika itu juga, Sari terbangun.
“Peri alam, di mana kamu?” Sari mencari-cari peri alam. Namun dia sadar, itu hanya mimpi. Sari pun menyadari kalau mimpi itu peringatan untuknya. Dan dalam mimpinya, Sari sudah berjanji akan menjaga alam. Itu artinya, dia tidak boleh membuang sampah sembarangan lagi. Dia telah memutuskan, mulai detik ini, dia tidak akan membuang sampah sembarangan.
Sari pun berlari ke taman yang kemarin dikunjunginya bersama Caca. Tentunya, setelah mandi dan bersiap.
“Alam, maafkan saya, ya! Sekarang saya mengerti seberapa berharganya alam itu!” teriak Sari kencang.
Orang yang berada di taman itu menatapnya terheran-heran, tetapi Sari tidak peduli. Dia berjanji akan menjaga alam.
“Alam, saya sayang kamu!” gumam Sari.
Semilir angin menerpa lembut rambut Sari, seolah alam menjawab perkataan Sari.
Profil Penulis

Namaku Nazwa Alia At Thahirah Ginting, biasa dipanggil Nazwa. Umurku 9 tahun. Saat ini aku bersekolah di SDIT Al Amjad Medan kelas IV. Hobiku membaca, menulis, bernyanyi, dan berpetualang. Beberapa prestasiku antara lain menjadi juara II Dokter Cilik tingkat Kota Balikpapan, mendapatkan medali perunggu pada American Matemathics Olympiad (AMO), dan juara puluhan lomba mewarnai di kota Medan dan Balikpapan.
Aku suka memiliki banyak teman. Add aku di IG: Nazwa_atthahirah, ya, jika kalian ingin berkenalan denganku lebih lanjut.